Wahai Putraku, Apa Kabar Ilmumu?
“Wahai putraku, tuntutlah ilmu, dan aku siap membiayaimu dari pintalanku. Wahai putraku, jika engkau telah mencatat sepuluh kalimat, maka perhatikan: Apakah engkau bertambah takut, sabar, dan sopan? Jika engkau tidak demikian, maka ketahuilah bahwa semua kalimat tadi akan membahayakanmu dan tidak bermanfaat bagimu.”
(Riwayat Imam Ahmad).
Perhatikanlah nasihat seorang Ibu kepada putranya di atas. Resapi kata demi kata yang menyertainya. Bahasa yang sangat sederhana, namun sarat makna.
Nasihat yang lahir dari kekhawatiran akan manfaat ilmu yang anaknya pelajari. Nasihat yang lahir dari rasa peduli dan kasih sayang yang tinggi, Nasihat yang lahir dari nilai Islam yang melekat dalam diri, Hingga tak ingin ananda tercintanya melakukan kesia-siaan dalam waktu hidupnya.
Wahai Ibu…
Ibu di manapun di seluruh dunia, Bagaimana dengan kita? Jangankan 10 kalimat, Jangan-jangan sudah berbuku-buku habis untuk catatan belajar anak-anak kita, Namun mungkin terlupa kita tanyakan, Bagaimana manfaat ilmu bagi mereka.
Apakah ilmu mereka membuat mereka semakin tunduk pada Rabb-nya?
Apakah ilmu mereka membuat mereka semakin takut? Semakin sabar? Semakin sopan?
Pernahkah kita tanyakan?
Barangkali kita memang bertanya pada mereka, Tentang ilmu mereka, Sudah sampai mana pelajaranmu,Nak? Mampukah engkau mengikuti? Apakah perlu Ibu tambahkan les untukmu, anakku? Kita tuntut mereka belajar, Untuk sanggup mengikuti kurikulum yang ditetapkan, Namun lupa mengevaluasi kembali…
Hasil ilmu bukanlah nilai rapor sekolah.
Hasil ilmu bukanlah menjadi pemenang adu cerdas cermat.
Hasil ilmu bukanlah dari piala dan piagam berjejeran.
Hasil ilmu adalah akhlaq mereka,
Yang ketika bertambah ilmu mereka, Bertambah takut, sabar, dan sopanlah mereka. Hasil ilmu adalah ketika mereka tidak sia-sia dalam waktu mereka. Hingga tak tersisa ketidakmanfaatan dalam semua tindak tanduk mereka.
Tahukah siapa sebenarnya Ibu dengan nasihat luar biasa di atas? Dialah ibunda Sufyan Ats Tsauri. Sufyan Ats Tsauri tercatat sebagai adalah salah seorang tokoh ulama teladan dari Kufah, Imam dalam bidang hadits juga bidang keilmuan lainnya, Terkenal sebagai pribadi yang wara’ (sangat hati-hati), zuhud, dan seorang ahli fiqih, ‘Ulama yang selalu ingat untuk mengamalkan ilmunya.
Wahai Ibu….
Jangan biarkan kisah ini berlalu begitu saja,
Kini saatnya kita yang bertanya,
Apa kabar ilmumu, anakku?
Manfaatkah dia bagi akhlaqmu?
Karena Nak, Ilmu itu terlihat dari amalmu.
Ibunda Para Ulama
Seorang wanita, baik ibu maupun saudari perempuan adalah pilar masyarakat. Mereka memiliki peranan besar dalam mendidik dan mengawasi pertumbuhan anak-anak. Mereka pula yang membantu para suami fokus kala bekerja. Di antara contoh idealnya adalah ibu kita, Khadijah radhiallahu ‘anha, istri Rasulullah ï·º.
Beliau adalah seorang wanita super istimewa. Keistimewaannya adalah penghargaan terhadap peranan-peranannya. Ia adalah seorang wanita yang sukses dalam bisnis. Bertanggung jawab di rumah dan berperan untuk anak-anaknya. Lihatlah anak-anaknya, terwarisi karakter mulia dan luhur. Ia adalah orang yang terbaik bagi Rasulullah ï·º.
Membaca kisah hidup para ulama, para pembimbing umat dan masyarakat, Anda akan menyaksikan bagaimana ibu mereka mendidik dan menanamkan karakter mulia kepada mereka. Ibu mereka menanamkan dasar-dasar agama dan pokok-pokok akidah islamiyah untuk buah hatinya.
Lalu pribadi-pribadi mulia tertempa menjadi anak-anak akhirat bukan anak-anak dunia. Ketika kita lupa dan lalai terhadap peranan ini, maka akan lahirlah generasi yang gamang akidah dan agamanya. Generasi yang mudah terombang-ambing tak berprinsip. Mereka tergerus mengalir bersama zaman, terbang bersama hembusan angin pemikiran.
Sejarah kita mencatat contoh ibu-ibu yang istimewa Ibu-ibu yang melahirkan tokoh-tokoh besar ulama Islam. Mereka inilah yang terdepan untuk dijadikan teladan, wahai pemudi-pemudi Islam.
Sumber: MHI
0 Response to "Wahai Putraku, Apa Kabar Ilmumu?"
Post a Comment