Seperti Padi
Semakin tinggi ilmu seseorang maka seharusnya semakin tawadhu (rendah hati), Bukan malah semakin gemar menyalahkan orang lain, hal ini menunjukkan semakin bodoh dan dangkal ilmunya. Ini sama seperti ilmu padi. Semakin berisi semakin merunduk, itulah peribahasa yang sering kita dengar. Yang memiliki arti, orang berilmu yang semakin banyak ilmunya semakin merendahkan dirinya.
Tanaman padi jika berisi semakin lama akan semakin besar. Jika semakin besar otomatis beban biji juga semakin berat. Jika sudah semakin berat, maka mau tidak mau seuntai biji padi akan semakin kelihatan merunduk (melengkung) kearah depan bawah. Karena batang padi sangat pendek, strukturnya berupa batang yang terbentuk dari rangkaian pelepah daun yang saling menopang. Jadi tidak sebanding dengan beban berat biji padi yang semakin lama semakin membesar.
Berbeda dengan biji padi yang kosong tidak berisi, walaupun kelihatan bijinya berbuah banyak karena tidak berisi maka seuntai biji padi tersebut akan tetap berdiri tegak lurus. Maka orang-orang berilmu dapat diketahui tahapan ilmunya sudah sejauh mana, hal itu dapat dilihat tanda-tanda berikut.
Ada 3 tahapan dalam menuntut ilmu dari Umar Bin Khattab radhiyallahu anhu,
“Ilmu ada tiga tahapan. Jika seorang memasuki tahapan pertama, ia akan sombong. Jika ia memasuki tahapan kedua ia akan tawadhu’. Dan jika ia memasuki tahapan ketiga ia akan merasa dirinya tidak ada apa-apanya”
Seringkali seorang yang baru mendapatkan sedikit ilmu terkena penyakit sombong, merasa dirinya sebagai ulama dan melihat orang lain sebagai orang-orang yang bodoh. Karena dia merasa sudah berada pada posisi yang paling mulia merasa sudah berilmu. Sementara orang lain yang mungkin belum belajar ilmu itu dianggap lebih rendah dari pada dia. Padahal, mungkin kondisinya dialah yang masih banyak kekurangan dan jahil (bodoh).
Juga sering terjadi pada sebagian penuntut ilmu penyakit sombong, merasa dirinya paling shalih dan menganggap orang lain semuanya di bawahnya. Kemudian merasa diri paling dekat dengan Allah dan dicintai-Nya, sedangkan yang lain dianggap orang-orang yang jauh dan tidak dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dan biasanya, pada puncaknya dia merasa dosa-dosanya diampuni, sedangkan dosa orang lain tidak akan diampuni. Padahal seseorang yang menyombongkan diri karena keluasan ilmunya adalah salah besar.
Allah berfirman,
“Dan janganlah engkau berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya engkau tidak akan bisa menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang seperti gunung”.
(Q.S. al-Isra [17]: 37)
Allah memberikan sindiran kepada orang-orang yang sombong. Baik itu sombong dalam urusan harta, tahta, ataupun dalam hal memiliki ilmu. Terbesit jelas apa yang tersirat dalam ayat tersebut, bahwa bagi orang-orang yang sombong dengan hal yang dimilikinya pasti ada yang lebih dari apa yang mereka sombongkan.
Maka dari itu mereka yang menyombongkan ilmu yang mereka miliki, mereka tidak akan mampu menjulang seperti gunung. Mari kita renungi, bahwa ketika kita merasa mempunyai ilmu yang tinggi dibanding yang lainnya. Sebenarnya kita dibodohi oleh ilmu itu sendiri. Kecuali, mereka yang mencari ilmu dengan kepasrahan dan ikhlas karena Allah ï·».
Ketika kita merasa bodoh, maka kita akan semakin sadar tentang siapa kita sebenarnya. Dan kesadaran tertinggi seorang pencari ilmu adalah ketika gelisah dan khawatir ilmunya tidak bermanfaat dan tidak membuat taat kepada Allah.
Berkata Al-Anasi rahimahullaah,
“Hati-hatilah dari penyakit para pembesar yaitu kesombongan. Sesungguhnya kesombongan, bangga diri dan kedengkian adalah awal dari kemaksiatan yang Allah dimaksiati dengannya. Maka ketahuilah bahwa merasa tinggi di hadapan gurumu, itu adalah kesombongan, menolak faedah ilmu dari orang-orang yang di bawahmu adalah kesombongan dan tidak beramal dengan apa yang diketahui juga merupakan belumbang kesombongan dan tanda kalau dia akan terhalangi dari ilmu.”
(Siyar, juz IV, hal. 80)
Masruq Rahimahullah berkata,
“Cukuplah seseorang dikatakan berilmu jika ilmu tersebut membuahkan rasa takut kepada Allah. Sebaliknya, cukuplah seseorang dianggap bodoh tatkala membanggakan diri dengan ilmunya.”
Kesombongan Terselubung Yang Masih Tersisa Di Sebagian Penuntut Ilmu
Wahb bin Munabbih berkata,
“Sesungguhnya ilmu dapat membuat sombong sebagaimana harta.”
Ketika Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam ditanya tentang kesombongan, maka beliau menjawab dengan jawaban yang begitu menakjubkan,
"Kesombongan adalah menolak kebenaran dan meremehkan/menghina manusia lainnya"
[HR. Muslim no.2740]
Sebagian penuntut ilmu, mungkin sudah mengetahui hukum sombong dari sisi menolak kebenaran dan menolak nasehat serta ia berusaha menjauhinya. Namun ia ternyata tanpa sadar justru kadang terjerumus dalam sebagian kesalahan lainnya, yakni merendahkan orang lain.
Salah satu contohnya tidak familiarnya sebagian orang, hanya untuk mengucapkan salam dan menyapa di kajian, terutama pada orang-orang baru ngaji. Mereka membentuk group ekslusif sesama mereka. Mungkin tidak terasa, karena sudah kebiasaan.
Sikap ini tentu bentuk merendahkan orang yang baru, terlebih bila tampilan mereka belum sunnah, bila wanita, pakaiannya masih warna warni. Padahal mereka yang paling harus mendapat sentuhan dan perhatian kita. Sebagian orang kembali pada hidup lamanya, karena merasa tidak dihargai keberadaanya oleh komunitas yang lama ngaji.
Mari saudaraku, kita hidup dengan hiasan ilmu dan kerendahan hati. Menjauhi kesombongan meskipun sekecil apapun. Mari kita sadari bahwa semua keutamaan hanya dari Allah, ia berikan kepada siapa yang Dia kehendaki, dan karunia yang ada pada kita, semata dari Allah, bukan karena usaha dan kecerdasan kita. Dan akibat yang baik adalah bagi orang yang bertaqwa.
Sumber: Motivasi Hijrah Indonesia
0 Response to "Seperti Padi"
Post a Comment