JANGAN MUDAH MENGHAKIMI
SALAH satu kebiasaan yg perlu dihindari adalah kebiasaan menghakimi orang lain. Jangan sampai kita mendengar sekelumit pertengkaran suami-istri langsung menghakimi bahwa keluarga itu tidak harmonis. Padahal, boleh jadi itu adalah pertengkaran satu2nya yg terjadi dalam tahun tsb. Bukankah wajar bila sekali2 suami-istri berbeda pendapat atau berdebat? Kita adalah manusia bukan malaikat.
Begitu pula jangan gampang menghakimi bahwa orang ini hebat dan luar biasa dalam jumpa pertama. Betapa banyak orang yg kesan pertamanya begitu menggoda dan membuat orang lain terpesona namun setelah itu ternyata perilakunya tak layak ditiru. Akhlaknya rusak, sombong, cara bergaulnya ingin menang sendiri dan opportunis.
Kita tidak boleh mudah percaya dan juga berburuk sangka kepada siapa saja, dalam bahasa anak muda, “Woles aza, bro!” Itu hal yg wajar dalam pergaulan, apalagi kita tidak tahu keseluruhan kehidupan orang2 di sekitar kita.
Orang yg mudah menghakimi biasanya akan mudah tertipu, maka jauhilah. Kita berhak menilai seseorang setelah kita sudah intensif bergaul dgn mereka, setelah kita pernah berbisnis dgn mereka. Dalam perjalanan kebersamaan yg panjang biasanya kita tahu watak asli orang2 di sekitar kita.
Di era yg hedonis seperti saat ini, banyak sekali orang yg melakukan pencitraan. Kehidupan seseorang yg sangat berbeda saat di depan kamera, media massa, social media dan di atas panggung dengan kehidupan “aslinya”. Sekali lagi, jangan mudah menghakimi atau menilai seseorang sebelum kenal mendalam kehidupan orang tsb.
Banyak orang yg berambisi ingin mengubah dunia. Banyak orang yg berambisi untuk mengubah hidup orang lain, tetapi terlalu sedikit orang yg berpikir untuk mengubah dirinya sendiri, Ubahlah diri Anda, maka orang lain dgn sendirinya akan berubah sebagai reaksi terhadap Anda.
Tuntutan untuk hidup sempurna seringkali membuat seseorang bersikap kritis dan menghakimi, bahkan menghukum orang lain. Seringkali seseorang menilai orang lain dgn ukuran yg sangat ketat, sementara jika ia menilai dirinya sendiri ukuran itu menjadi sangat longgar. Ini adalah sikap yg berbahaya, karena jika kita berpegang kepada kebenaran, kita tidak berwenang untuk bersikap demikian. Karena satu2nya yg berhak atas penghakiman adalah Allah sendiri.
Saudara2, dunia ini dipenuhi oleh orang2 yg gemar mengubah hidup orang lain. Tanpa sadar, kita pun terjebak dalam kebiasaan menilai dan menghakimi orang lain. Semua kalangan bisa jadi hakim bagi sesamanya, bahkan hamba Tuhan sekalipun. Banyak hamba Tuhan yg berusaha membereskan dosa2 orang lain, tetapi luput untuk membereskan dosa2nya sendiri. Jadi, kita semua sama2 memiliki tantangan yg sama: bagaimana belajar untuk tidak lagi menghakimi.
Saudara2, kadang2 kita tidak peka terhadap dosa2 sendiri, tetapi begitu peka terhadap dosa2 orang lain. Kadang2 kita kehilangan kepekaan terhadap dosa2 kita sendiri yg sebenarnya buruk di mata Allah SWT.
Mengapa kita tidak diperbolehkan menghakimi?
1. Karena kita tidak mengetahui persoalan yg sesungguhnya.
Dalam menilai orang lain, seringkali seseorang menempatkan dirinya pada tempat yg salah, tempat yg bukan miliknya. Kadangkala kita terlalu cepat menilai sesuatu tanpa mengetahui alasan orang lain dalam melakukan suatu tindakan. Padahal tidak seorangpun mengetahui beratnya pergumulan orang lain dalam menghadapi sesuatu. Jika saja kita mengetahui seluk beluk yg telah dilewati dalam perjalanan hidup seseorang maka kita tidak akan mudah mengeluarkan tuntutan atau penilaian yg negatif. Sebaliknya, jika kita dapat merasakan beratnya kehidupan seseorang, kita akan mampu menghargai perjuangan orang itu dalam melewati pergumulannya dan menghargai dia sbgmana adanya.
Hendaklah kita cepat untuk menilai diri sendiri dan lambat menilai orang lain. Daripada menghakimi, adalah lebih baik jika kita membebaskan orang tersebut dari dakwaan dan menahan diri untuk tidak menghakimi sampai semua fakta diketahui.
2. Dalam menghakimi seringkali penilaian kita tidak jujur
Adakalanya seseorang memiliki maksud2 tersembunyi ketika ia mencari2 kesalahan orang lain. Seringkali orang cenderung menjadi subyektif dan tidak jujur ketika ia menghakimi orang lain. Ia menjadi terlalu kritis terhadap kelemahan2 kecil dalam kehidupan setiap orang di sekelilingnya.
Siapakah yg berhak menghakimi hati orang2 yg berbuat kebaikan?
Kadang kala manusia berani sekali berprasangka buruk atas perbuatan orang lain, bahkan memfitnahnya, menjadi hakim atas hati orang lain. Mengatakan “orang itu” hanya cari muka, hanya cari perhatian, berlagak alim, berlagak khusyuk, baca Qur’annya dimerdu2in, cuma pamer harta. Padahal diri kita sendiri tidak tahu bgmana isi hati orang pasti dan sebenar2nya tetapi kita sudah tampil sebagai orang yg “Maha Mengetahui”.
Umar bin Khattab pernah berpesan, jika seorang melakukan sesuatu hakimilah dhahirnya (lahirnya/yg tampak) saja, tetapi jangan kalian hakimi hatinya. Jika seorang muadzin mengumandangkan adzan, misalnya cukuplah kita menghakimi bgmana suara yg dikeluarkan. Jika merdu baiklah kita mendoakannya, tetapi jika tidak merdu, juga tidak menjadi masalah juga tetaplah kita menyikapi dgn hati yg baik.
Janganlah kita hakimi hati “dia” hanya mencari pujian orang dgn suara adzannya. Orang shalat, bisalah kita menghakimi gerakan shalatnya salah atau benar, janganlah kita hakimi “dia” berlagak khusyu` saja biar dilihat orang.
Sudah seharusnya kita sibuk menghakimi hati diri kita sendiri, karena kita punya pengetahuan akan diri kita sendiri ketimbang kita menghakimi hati orang yg kita tidak Allah berikan kemampuan kepada manusia untuk memiliki pengetahuan akan hal itu. Dia Allah Tuhan yg Maha mengetahui, tidak ada sesuatupun yg terlewatkan dariNya, tidak ada yg tersembunyi, apalagi membohongi diriNya. Dia-lah Allah yg berhak menghakimi hati seseorang, apakah seseorang itu ikhlas atau riya.
Menghakimi hati seorang hanya menambah pekerjaan yg sia2, menambah sesak pikiran, menambah racun dan penyakit hati, dan semua itu menyebabkan jiwa rusak, jika jiwa rusak maka rusaklah perbuatan manusia.
Menghakimi hati seorang hanya menambah kecurigaan, menambah prasangka, menambah fitnah, dan karena itu semua tambahlah perpecahan di antara umat Islam. Menghakimi hati seseorang hanya menambah kesombongan, membangga2kan diri, dan mengambil hak2 Allah. Kesombongan hanya milik Allah, membangga2kan diri hanya milik Allah, sedangkan manusia tidak ada hak setitikpun untuk mengambilnya.
“Rasulullah SAW bersabda: “Tidak akan masuk ke dalam surga, seseorang yg di dalam hatinya terdapat kesombongan (takabur) seumpama biji sawi.” Seorang laki-laki bertanya:”Sesungguhnya ada seseorang yg menyukai supaya bajunya bagus dan sandalnya bagus.” Nabi menjawab: “Sesungguhnya Allah itu Indah, Dia menyukai keindahan. Kesombongan itu menolak kebenaran dan memandang rendah orang lain.”
5 Alasan kita tidak berhak menilai dan menghakimi hidup orang lain
Manusia hidup di muka bumi untuk sawang-sinawang, saling 'memandang' dan introspeksi. Tetapi bukan berarti kita memiliki hak untuk berkomentar, menilai, apa lagi menghakimi tindak-tanduk manusia lain.
Inilah alasan kenapa kita tidak sepantasnya menilai kehidupan yg dijalani oleh orang lain.
1. Kita tidak tahu apa yg sudah mereka lewati
Baik atau buruk, benar atau salah keputusan yg diambil seseorang, bukan hak kita untuk memberikan penghakiman. Sebab kita tidak pernah tahu apa saja yg sudah pernah mereka lalui dalam hidup.
2. Belum tentu kita bisa menjalani hidup mereka
Sangat mudah untuk mencela orang lain. Tetapi belum tentu kita sanggup menjalani kehidupan mereka. Setiap orang diberikan anugerah dan cobaan yg berbeda. Masing2 punya kesanggupan yg berbeda.
3. Belum tentu kita lebih baik
Tak ada manusia yg sempurna. Kalau seseorang punya kekurangan dan melakukan kesalahan, begitu juga dengan kita.
4. Hidup mereka bukan milik kita
Yang paling berhak untuk menilai dan mengatur hidup seseorang adalah masing2 individu yg menjalaninya. Yang bertanggungjawab atas hidup seseorang adalah dirinya sendiri, bukan orang lain, bukan kita.
5. Kita pun tak suka dihakimi
Alasan terpenting kenapa kita tidak pantas menilai kehidupan orang lain adalah karena kita sendiri tidak suka dihakimi. Jangan melakukan sesuatu jika kita tidak suka orang lain melakukan hal yg sama kepada kita
Wallahu a’lam Semoga bermanfaat salam
Sumber: Motivasi Hijrah Indonesia
0 Response to "JANGAN MUDAH MENGHAKIMI"
Post a Comment