-->

News Info

Gunakan Cermin, Bukan Teropong

Gunakan cermin, untuk melihat kekurangan diri. Jangan gunakan teropong. Untuk melihat kesalahan kecil orang lain

Sahabat-ku, Mari kita, belajar memperbaiki dan mengkritik diri sendiri. Karena memperbaiki dan mengkritik orang lain itu. Tidak perlu belajar!

Gunakan cermin, untuk melihat kekurangan diri. Jerawat kecil saja di wajah kita sangat diperhatikan, apalagi dosa yang terus menumpuk jangan lalai dalam ingatan.

Jangan gunakan teropong untuk melihat kesalahan kecil orang lain, tapi lupa kalau bisa jadi kesalahan kita jauh lebih besar daripada orang yang kita lihat.

Perhatikan perkataan Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu,

“Salah seorang dari kalian dapat melihat kotoran kecil di mata saudaranya tetapi dia lupa akan kayu besar yang ada di matanya.” (Adabul Mufrad no. 592, shahih)

Jika semua orang salah di mata kita, berarti ada yang perlu diperbaiki pada hati kita, yang mungkin sudah terjangkit "penyakit ujub" merasa lebih dari orang lain.

Karena sifat ujub membuatnya meremehkan orang lain, melihat aib orang lain, mudah menghukumi dan memvonis tanpa sadar dirinya sendiri juga punya kekurangan dan aib. Akibatnya tidak akan punya teman dan tidak akan merasakan nikmatnya persahabatan.

Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata,

“Barangsiapa mencari teman yang tidak memiliki aib, sungguh ia akan hidup sendiri tanpa teman.”
(Sya’bul Iman no. 7887)

Seseorang tidak boleh sudah merasa baik. Karena kalau sudah merasa baik. Sulit untuk diperbaiki dan memperbaiki. Inilah hakikat dari tawaadhu’. Selalu merasa diri belum baik. Dan merasa orang lain lebih baik dari dirinya.

Abdullah Al Muzani rahimahullah berkata,

“Jika iblis memberikan was-was kepadamu bahwa engkau lebih mulia dari muslim lainnya, maka perhatikanlah. Jika ada orang lain yang lebih tua darimu, maka seharusnya engkau katakan, “Orang tersebut telah lebih dahulu beriman dan beramal sholih dariku, maka ia lebih baik dariku.” Jika ada orang lainnya yang lebih muda darimu, maka seharusnya engkau katakan, “Aku telah lebih dulu bermaksiat dan berlumuran dosa serta lebih pantas mendapatkan siksa dibanding dirinya, maka ia sebenarnya lebih baik dariku.” Demikianlah sikap yang seharusnya engkau perhatikan ketika engkau melihat yang lebih tua atau yang lebih muda darimu.”
[Hilyatul Awliya’ 2/226]

Dengan merasa tidak lebih baik/mulia dari orang lain, seorang yang tawaadhu’ akan berusaha:

  • Memuliakan orang lain karena menganggap orang lain lebih baik serta ia tidak mudah meremehkan orang lain. Sikap ini akan memudahkan ia berinteraksi dan melahirkan ahklak yang mulia.
  • Berusaha terus memperbaiki dirinya dan meningkatkan kualitas diri karena ia merasa ada yang perlu ditingkatkan.

"Kita takkan bisa berteman selama kita masih memandang dosa dari teman kita. Oleh sebab itu, pandanglah diri sendiri dahulu sebelum memandang orang lain"
(KH. Muhammad Zaini bin Abdul Ghani)

Karena dengan memandang dosa teman kita, kita hanya akan memandang mereka tidak pantas berteman dengan kita. Padahal belum tentu kita lebih baik daripada mereka. Mari muhasabahdiri .

Menjaga perasaan

Menjaga perasaan seseorang tidak ada teorinya. Tetapi itu perlu sebab kita manusia, punya hati punya rasa. Jika tidak bisa berbuat baik kepadanya, setidaknya jangan menyakitinya. Memang sama-sama manusia, tapi isi bumi bukan tentang perasaan kamu saja.

Rasulullah bersabda,

“Barangsiapa yang ingin dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke surga dan kematian mendatanginya dalam kondisi dia beriman kepada Allah Ta’ala dan Hari Akhir(Kiamat), maka hendaklah dia bersikap kepada orang lain dengan sikap yang ingin dia dapatkan dari orang lain.”
(HR. Muslim No. 8442)

Sumber: Motivasi Hijrah Indonesia

0 Response to "Gunakan Cermin, Bukan Teropong"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel