Introspeksi diri, Berhenti Menghakimi
Tahukah kamu apa pekerjaan yang paling mudah? Pekerjaan yang dianggap paling gampang yaitu, Menghakimi orang lain, Menilai keburukan orang lain, Menghitung cacat dan borok orang lain. Gampang kan?
Untuk urusan ini, banyak orang bisa bepredikat “cum laude alias sempurna”. Ibarat kata, jika disuruh “menguliti” aib orang lain bisa jadi tidak ada yang tertinggal sedikitpun. Nyatanya tidak semua tapi begitulah keadaan kebanyakan orang sekarang.
Konon katanya, sebagian orang meyakini “menghitung cacat orang lain” sudah dianggap perbuatan yang menyenangkan bahkan sudah menjadi kebiasaan. Ibarat sayur tanpa garam, katanya. Adrenalinnya mendadak bangkit jikalau urusannya tentang “ngomongin” orang. Apalagi terhadap orang yang tidak disukai. Sudah paling juara, kadang sampai lupa kalau punya agama.
Kenapa sih bisa sampai begitu? Kenapa manusia mudah untuk menghakimi tapi sulit untuk introspeksi diri? Jawabanya karena orang tersebut penuh dengan prasangka buruk ke orang lain, mereka terjebak sifat suka mencari-cari kesalahan orang lain.
Padahal Allah sudah memperingati,
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain”
(Al-Hujurat : 12)
Tetapi dalam diri mereka ada penyakit hati, terlalu banyak sifat iri, dengki dan selalu merasa dirinya lebih baik dari pada orang lain, disebabkan karena tidak pernah introspeksi diri. Padahal, semakin kita mencari-cari kesalahan dan keburukan orang, maka semakin terlihat keburukan diri kita sendiri tanpa kita sadari.
Semakin enggan istrospeksi maka semakin sering menghakimi, akhirnya tenggelam dalam sifat buruk akibat terjangkiti penyakit hati. Sadarilah bahwa belum tentu juga orang yang dihakimi, seperti yang dia pikirkan atau lebih buruk dari yang dia bayangkan. Bisa jadi orang yang dia hakimi lebih baik, jauh lebih baik dari orang yang menghakimi.
Orang itu kalau sudah rajin menghakimi orang lain, pasti lupa cara menghargai orang lain. Bawaannya hanya bisa “ngomongin” aib dan kekurangan orang lain. Lalu, apa yang harus kita lakukan? Jawabnya sederhana, banyak-banyaklah INTROSPEKSI DIRI.
Menghitung aib dan kekurangan diri sendiri sebelum menilai orang lain.
Tunjuk diri sendiri sebelum menunjuk orang lain. Senantiasa introspeksi diri, boleh jadi itulah akhlak yang udah sering dilupakan kebanyakkan manusia saat ini.
Sadarilah kelemahan diri sendiri ketika melakukan introspeksi.
Untuk bisa melakukan introspeksi diri, maka kita harus menempatkan diri pada posisi yang paling rendah. Dengan kerendahan hati, kita akan lebih mampu untuk menyadari kesalahan yang telah kita lakukan.
Berkebalikan dengan kerendahan hati, introspeksi yang dilakukan tanpa menyingkirkan rasa sombong tidak akan mungkin bisa dilakukan. Orang yang sombong tidak akan mau melakukan evaluasi diri saat melakukan introspeksi karena selalu merasa benar. Orang yang sombong dalam introspeksi diri hanya akan terus menerus menyalahkan orang lain, situasi, bahkan Tuhannya sendiri. Karenanya, selalu rendahkan hati kita ketika hendak melakukan introspeksi diri.
Urgensi Muhasabah
Pertanyaan untuk diri kita,
Sudahkah kita memperbaiki diri kita?
Sudahkah kita muhasabah diri dan mencari apa yang salah dari diri kita?
Ataukah kita tanpa kita sadari, sudah menjadi munafik?
Wahai diri, jika dirimu HANYA mengetahui baik dan jahat, benar dan salah, dari perbuatan orang lain tanpa mau belajar MUHASABAH DIRI. Dijamin dirimu akan senang menjadi orang yang suka “menghukumi dan memvonis” orang lain.
Ketahuilah bahwa sahabat Rasulullah Ustman bin Affan berkata,
“Diantara orang-orang berdosa, yang paling parah adalah dia yang meluangkan waktunya untuk membahas kesalahan orang lain.”
Jadi berhentilah menghakimi dan mulai muhasabah diri. Karena kita tidak akan selamat dari pertanggungjawaban kecuali dengan bermuhasabah diri. Jika di dunia ini kita mau untuk selalu bermuhasabah diri maka di akhirat kelak akan ringan dalam menghadapi pertanggungjawaban.
Umar bin Khattab pernah mengatakan,
“Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, itu akan memudahkan hisab kalian kelak. Timbanglah amal kalian sebelum ditimbang kelak. Ingatlah keadaan yang genting pada hari kiamat.”
Kemudian dia mengutip surah Al Haqqah ayat 18,
“Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Rabbmu), tiada sesuatupun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah).”
(QS. Al-Haqqah: 18)
Mari lihat beberapa keutamaan dan manfaat yang akan kita dapatkan ketika melakukan muhasabah diri,
°Menghindarkan manusia dari sikap merasa paling suci.
“Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.”
(QS An-Najm: 32)
°Menghindarkan manusia dari sikap sombong
Sebagaimana yang dicontohkan oleh Muhammad bin Wasi,
“Andaikan dosa itu memiliki bau, tentu tidak ada dari seorang pun yang ingin duduk dekat-dekat denganku.”
°Menyadarkan untuk memanfaatkan waktu dengan baik
Ibnu Asakir pernah menceritakan tentang Al-Faqih Salim bin Ayyub Ar-Razi bahwa ia terbiasa mengoreksi dirinya dalam setiap nafasnya. Ia tidak pernah membiarkan waktu tanpa faedah. Kalau kita menemuinya pasti waktu Salim Ar-Razi diisi dengan menyalin, belajar atau membaca
°Menenangkan hati dan mendapatkan petunjuk
Imam Al-Baidhawi dalam tafsirnya mengatakan bahwa seseorang bisa terus berada dalam petunjuk jika rajin mengoreksi amalan-amalan yang telah ia lakukan.
(Tafsir Al-Baidhawi)
Sumber: Motivasi Hijrah Indonesia
0 Response to "Introspeksi diri, Berhenti Menghakimi"
Post a Comment